Namun, yang menarik adalah ada kejanggalan terjadi pada prosesi pelantikan ormas tersebut dimana saat prosesi pelantikan yang melantik serta mengukuhkan adalah kepala daerah yakni Bupati, ini bertolak belakang dengan peran kepala daerah yang hanya berwenang membina dan mengawasi ormas di wilayahnya (Pasal 40–41 UU Ormas).
Menanggapi hal ini, Ustaz Dr. H. Ali Azhar, S.Sos., M.H., seorang akademisi sekaligus pakar hukum terkenal di Inhil, mempertanyakan apa legitimasi dan motivasi kepala daerah tersebut dalam melantik dan mengukuhkan kepengurusan Ormas tersebut, karena dinilainya telah menciderai peranan dan fungsi terhadap kepala daerah dalam lingkup ini adalah Bupati itu sendiri.
Beliau juga menambahkan dalam UU No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (diubah dengan Perppu No. 2 Tahun 2017, disahkan dengan UU No. 16 Tahun 2017) yang menyatakan Kepala daerah tidak punya kewenangan hukum untuk “melantik” ormas. Jika kepala daerah melanggarnya ini dinilai akan memicu terjadinya polemik dan konflik karena bisa dianggap memberi legitimasi politik pada ormas tertentu serta menimbulkan dugaan pelanggaran etika jabatan atau netralitas politik..
"Saya terkadang heran proyeksi apa yang sedang dilakukan oleh Bupati sehingga melegalkan cara dan melanggar UU demi mengukuhkan organisasi tertentu yang mana ini bukan tupoksinya dalam pemerintahan, Bupati tidak berwenang secara hukum untuk melantik ormas. Yang boleh melantik adalah struktur internal ormas. Kehadiran bupati di acara pelantikan hanya boleh sebatas seremonial atau dukungan moral, bukan tindakan resmi pemerintahan, jikalau kejadiannya seperti ini, patut kita pertanyakan, apakah bupati dan pimpinan organisasi tersebut paham tentang UU ormas atau AD/ART organisasi tersebut dan bisa kita laporkan ke pihak-pihak terkait". Tegasnya.(****)
Posting Komentar