TEMBILAHAN - Kapal roll on-roll off (Roro) menjadi hadiah istimewa bagi masyarakat Indragiri Hilir (Inhil) pada Hari Jadi ke-60 Kabupaten, kini justru menyisakan tanda tanya besar. Meski kehadirannya sempat disambut gembira, kapal itu terancam belum bisa beroperasi dalam waktu dekat.
Sejak bersandar di Pelabuhan Parit 21 Tembilahan, kapal berkapasitas angkut kendaraan roda empat hingga truk besar tersebut menjadi tontonan warga.
Setiap hari, masyarakat datang hanya untuk melihat lebih dekat wujud kapal yang diharapkan mampu membuka jalur transportasi laut Tembilahan–Batam.
Papan retribusi pelayanan jasa kepelabuhan milik Dishub Inhil melalui UPPD-TSP telah dipasang dengan rincian biaya, angkutan orang Rp2.000, kendaraan roda 2 dan 3 Rp3.000 dan kendaraan roda empat (taksi, sedan, angkutan kota) Rp5.000.
Kemudian, mini bus, pick up Rp6.000, kendaraan besar (truk, bus, truk tangki) Rp7.000, truk gandeng Rp 15.000, serta kendaraan alat berat Rp50.000.
Meski tarif sudah ditetapkan, kepastian beroperasinya kapal masih tanda tanya.
Indra, aktivis dari organisasi Fokus Ornop, menilai kehadiran Roro merupakan terobosan penting bagi akses transportasi di Inhil.
“Kita sangat mengapresiasi dengan keberadaan Roro ini. Kapal bisa jadi sarana transportasi vital, baik untuk bisnis maupun wisata. Namun kendala utamanya kemungkinan terletak pada izin trayek berlayar yang belum rampung,” ujarnya.
Menurut Indra, setiap kapal yang melakukan aktivitas labuh-tambat memang wajib membayar retribusi laut berdasarkan perhitungan gross tonnage (GT) per etmal.
“Ada hitung-hitungannya, sesuai aturan. Tapi harapan kita, jangan menunggu terlalu lama. Antusias masyarakat sudah begitu besar, dan kapal ini bisa jadi kebanggaan tersendiri bagi Inhil,” tambahnya.
Indra juga menyoroti aspek komunikasi pemerintah daerah.
“Wahh, tarif begini nih seharusnya disosialisasikan dulu di tengah masyarakat agar tidak menjadi polemik di kemudian hari. Memang benar persoalan pelabuhan adalah domainnya KSOP, tapi Dishub Inhil seharusnya tidak berdiam diri saja," sebutnya.
"Sampaikan kepada masyarakat tentang batas kewenangan pemda dan lembaga vertikal, beri pemahaman yang bersifat edukatif dan jelas. Jika Dishub berdiam diri tanpa ada explaining secuil pun, dikhawatirkan akan jadi ajang bisik-bisik negatif nantinya,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua Komisi III DPRD Inhil, Muamar, juga menyoroti hal serupa. Menurutnya, operasional kapal Roro tak bisa hanya mengandalkan ketersediaan fisik kapal.
Perizinan trayek, kesiapan dermaga, SDM pengelola, hingga aspek keselamatan pelayaran harus dipenuhi sesuai regulasi Kementerian Perhubungan.
“Jangan sampai kapal ini hanya jadi pajangan,” sebutnya.
DPRD mendorong Pemkab Inhil segera berkoordinasi dengan pemerintah provinsi maupun pusat agar persoalan izin dan administrasi teknis cepat dituntaskan.
Kini, kapal Roro lebih banyak berfungsi sebagai simbol kehadiran transportasi laut modern di Inhil, ketimbang sebagai sarana nyata bagi masyarakat.
Jika persoalan izin, regulasi trayek, dan manajemen pengoperasian tak kunjung jelas, kapal ini dikhawatirkan hanya akan menjadi monumen terapung yang indah dipandang, tapi minim manfaat.
Di satu sisi, retribusi kepelabuhan sudah berjalan. Di sisi lain, masyarakat masih menunggu jawaban, kapan kapal benar-benar bisa mengangkut kendaraan dan penumpang?
Pertanyaan besar pun menggantung, apakah kapal Roro ini akan menjadi kado ulang tahun Inhil yang benar-benar bisa dinikmati rakyat, atau justru berubah menjadi simbol proyek yang terhenti di tengah jalan?(Yanti)
Posting Komentar