Dialog Hangat Tokoh PMB Batam, Kritik dan Harapan untuk Kepemimpinan yang Adil


Batam – Suasana diskusi hangat mewarnai percakapan para tokoh dan anggota Persatuan Masyarakat Batam (PMB) yang berlangsung secara informal pada Selasa, 24 September 2025. Obrolan yang awalnya bernuansa ringan, berubah menjadi refleksi mendalam tentang kepemimpinan, jabatan, dan keadilan sosial di tengah masyarakat.


Hasanudin, salah seorang tokoh PMB Batam, mengawali percakapan dengan nada kritik. Ia menyebut bahwa saat ini hampir tidak ada lagi pemimpin muslim yang garang dan tegas dalam membela umat. Menurutnya, yang ada justru pemimpin yang lebih mengutamakan kepentingan uang ketimbang membela kebenaran. Dengan bahasa khasnya, ia menilai tipe pemimpin seperti itu layak disebut “pemimpin dayyus” yang tidak pantas masuk surga. Kritik ini memicu reaksi beragam dari rekan-rekannya.


Nursalim kemudian menambahkan sebuah refleksi positif. Ia menekankan bahwa mau berita lama atau baru, yang penting adalah kepedulian masyarakat Indonesia, sebab masih banyak hal baik yang luput dari perhatian publik. Menurutnya, yang dibutuhkan adalah kesadaran untuk melihat sisi kepedulian itu.


Dalam percakapan tersebut, muncul pula ucapan selamat dari H. Abd. Rasyid, pejabat KUA sekaligus pengurus PMB, yang mengapresiasi capaian salah seorang tokoh Batam yang dipercaya memegang dua amanah sekaligus, yakni Ketua PMB Kota Batam dan Kasubag TU Kemenag Kota Batam. Ia berharap amanah tersebut dapat dijalankan dengan baik, penuh keberkahan, dan memberi manfaat bagi masyarakat.


Namun, obrolan tidak berhenti di situ. Hasanudin kembali mempertanyakan soal rangkap jabatan. Ia mengungkapkan keraguannya tentang boleh tidaknya seseorang memegang lebih dari satu jabatan. Menurutnya, hal itu seringkali menimbulkan kecemburuan sosial. Nursalim menanggapi bahwa rangkap jabatan sah-sah saja, selama fungsinya berbeda, misalnya satu di organisasi masyarakat dan satu di ranah kedinasan. Ia bahkan mencontohkan Presiden RI Prabowo Subianto yang juga menjabat Ketua IPSI sekaligus kepala negara.


Percakapan semakin cair dengan gurauan dan canda. Beberapa peserta mengingatkan agar jangan mudah terpancing oleh isu-isu yang memecah belah. Ada yang menyebut fenomena rangkap jabatan sebagai bentuk “rakus jabatan”, ada pula yang menimpali dengan sindiran bahwa yang mengkritik mungkin juga ingin mendapatkan jabatan. Canda berlanjut dengan tawaran “jabatan khalifah atau waliyullah” sebagai bentuk sindiran yang bernuansa religius.


Isu ketidakadilan juga sempat disorot. Hasanudin mengungkapkan kegelisahannya bahwa di masyarakat, yang kaya semakin kaya, sementara yang miskin semakin sulit mendapatkan akses. Menurutnya, mereka yang sudah memiliki jabatan justru kembali diberi jabatan, sedangkan yang tidak memiliki jabatan semakin tersisih. “Memang mereka tak adil,” ujarnya.


Canda kembali mencairkan suasana. Ada yang menyarankan untuk mendaftar CPNS atau PPPK bagi yang ingin mendapat jabatan. Bahkan, sempat terlontar lelucon bahwa PPPK itu bukan “pegawai pemerintah”, melainkan “pertolongan pertama pada kecelakaan”.


Percakapan ini menggambarkan dinamika khas masyarakat Batam, khususnya para tokoh PMB. Di satu sisi terdapat kritik tajam terhadap kepemimpinan dan ketidakadilan sosial, namun di sisi lain juga hadir suasana cair yang penuh humor. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat tetap kritis, tetapi juga menjaga kekompakan dengan semangat persaudaraan dan canda.


Di tengah keluh-kesah, harapan tetap hadir: semoga para pemimpin mampu menjadi teladan, adil dalam memegang amanah, serta mendengar suara rakyat yang sederhana namun tulus. (Nursalim Turatea).

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama